...GCG : untuk Indonesia Lebih Baik.....Membangun Indonesia dengan GCG....

Selasa, 31 Agustus 2010

Merubah Budaya BUMN: Komitmen Menjalankan GCG


Oleh: Zainul Arifin
         (Partner MUC Consulting)

Tujuan awal mendirikan perusahaan negara dan nasionalisasi menurut Bung Karno adalah untuk mendorong perekonomian nasional. Secara historis, Indonesia mewarisi sekitar 600 perusahaan asing hasil dari sitaan atau nasionalisasi kepemilikan dari penjajah (belanda) mencakup perusahaan di bidang pertambangan, bisnis perdagangan, perbankan, asuransi, komunikasi dan konstruksi. Restrukturisasi pertama pada BUMN dilakukan dan menghasilkan 233 perusahaan BUMN.

Dalam perjalanannya, BUMN beroperasi dengan dukungan fasilitas penuh baik dari aspek modal, perlakuan maupun sektoral. Masyarakat sangat berharap mendapatkan manfaat dari keberadaan BUMN. Namun akibat dominannya peran negara menjadikan BUMN sebagai kepanjangan tangan penguasa yang sarat kepentingan politik. Sehingga menjadikan salah satu sebab mengapa BUMN tidak bisa berkembang sebagaimana layaknya badan usaha.

Menyehatkan BUMD Dengan GCG

Bisnis Indonesia, Rabu, 23 Juli 2008

Oleh Tirmidzi Taridi
         (Direktur MUC Consulting Group, Jakarta)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkirakan penerimaan berupa laba usaha daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah tahun ini hanya Rp 161,7 miliar dari target Rp 170,9 miliar (Bisnis, 15 Juli 2008).

Dari 20 perusahaan milik Pemprov DKI, hanya beberapa perusahaan yang memberikan kontribusi pada Pemprov seperti Bank DKI, PT Pembangunan Jaya Ancol, PD Pasar Jaya, dan PT Jakarta Propertindo. Apakah ini fenomena yang umum terjadi di semua BUMD di seluruh Indonesia?

Dibandingkan dengan BUMN yang sama-sama dimiliki oleh pemerintah, prestasi yang mampu dicatat oleh BUMD-BUMD di seluruh Indonesia memang relatif ketinggalan. Dalam berbagai survei penilaian perusahaan misalnya dari sisi best brand, customer satisfaction, service excellent, good corporate governance, hampir tidak pernah dijumpai perusahaan-perusahaan milih Pemprov tersebut yang bisa menembus daftar 10 besar.

Sementara itu, banyak BUMN-BUMN yang dahulu sering dianggap dikelola dengan tidak profesional, dalam beberapa tahun terakhir ini, mampu bertengger dan bertahan di urutan puncak.

Senin, 23 Agustus 2010

Penguatan Struktur dan Penyempurnaan Soft-Structure GCG sebagai Wujud Internalisasi GCG dalam Proses Bisnis Perusahaan

Oleh : Dariyah
          Senior Consultants - MUC Consulting Group


Perusahaan yang berjaya dan bertahan di persaingan global saat ini adalah perusahaan yang mampu memberi nilai tambah tidak hanya bagi internal tetapi juga kepada pihak di luar perusahaan seperti lingkungan dan masyarakat sekitar, mitra bisnis, rekanan dan lain-lain. Untuk mengantisipasi lingkungan bisnis global yang terus berubah, perusahaan perlu fokus pada upaya penciptaan nilai tambah. Banyak cara dilakukan untuk mendorong penciptaan nilai tambah perusahaan mulai dari inovasi produk yang tiada henti untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atau konsumen, meningkatkan kualitas layanan, menyampaikan informasi yang benar terhadap jasa dan produk yang dihasilkan kepada konsumen dan publik secara luas dan lain sebagainya.

Upaya mendorong penciptaan nilai tambah perusahaan dilakukan melalui implementasi GCG yang konsisten. Survey membuktikan bahwa investor bersedia membayar lebih dengan harga premium terhadap saham perusahaan yang secara konsisten mengimplementasikan GCG.

Untuk menjadi nilai tambah bagi perusahaan, GCG harus dipahami tidak sekedar formalitas tetapi menjadi bagian dari nilai dan budaya perusahaan. Diakui memang tidak mudah menjadikan GCG sebagai nilai sekaligus budaya tetapi bukanlah hal yang mustahil. Dibutuhkan pendekatan strategis yang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, mengingat setiap perusahaan tentunya memiliki budaya dan karakteristik yang berbeda-beda. Pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif apabila mengikutsertakan semua pihak sehingga GCG dirasakan lebih membumi dan menjadi gerakan bersama dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Jumat, 20 Agustus 2010

STANDAR MORAL DAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS

Oleh : Zainul Arifin
          Partner MUC Consulting Group

Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan membaik tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.

Senin, 16 Agustus 2010

WHISTLEBLOWING SYSTEM: MEDIA DALAM MEMERANGI PRAKTIK BAD CORPORATE GOVERNANCE

Oleh : Zainul Arifin
           Partner Risk and Governance MUC Consulting 

Sulit kita pungkiri, selama dekade terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian dirasa penting. GCG diyakini merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global.

Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Hal tersebut didukung oleh pandangan akademis yang mengatakan kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya. Konflik yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan haruslah dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak kerugian kepada para pihak yang berkepentingan. Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu entitas tersendiri yang terpisah merupakan subyek hukum, sehingga keberadaan korporasi dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi melalui penerapan GCG.

Oleh karena itu perusahaan berkewajiban memperhatikan kepentingan pemegang saham dan stakeholder berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Namun upaya nyata dalam mewujudkannya memang tidaklah mudah. Seringkali dalam kegiatan usaha perusahaan hak-hak stakeholder tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga berdampak timbulnya perselisihan antara stakeholder dengan perusahaan. Perselisihan tersebut bisa dalam bentuk munculnya pelaporan pelanggaran dari pihak stakeholder. Dan apabila pelaporan pelanggaran oleh stakeholder tidak segera diselesaikan dengan baik, tentulah sangat berpotensi merugikan kedua belah pihak baik stakeholder maupun perusahaan sendiri. Tidak tersedianya mekanisme standar dalam penanganan pelaporan pelanggaran oleh stakeholder dapat menciptakan perselisihan atau sengketa antara stakeholder dengan perusahaan cenderung berlarut-larut. Munculnya keluhan-keluhan yang tersebar kepada publik melalui berbagai media dapat berakibat pada persoalan reputasi dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat pada Perusahaan.