...GCG : untuk Indonesia Lebih Baik.....Membangun Indonesia dengan GCG....

Senin, 16 Agustus 2010

WHISTLEBLOWING SYSTEM: MEDIA DALAM MEMERANGI PRAKTIK BAD CORPORATE GOVERNANCE

Oleh : Zainul Arifin
           Partner Risk and Governance MUC Consulting 

Sulit kita pungkiri, selama dekade terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian dirasa penting. GCG diyakini merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global.

Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Hal tersebut didukung oleh pandangan akademis yang mengatakan kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya. Konflik yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan haruslah dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak kerugian kepada para pihak yang berkepentingan. Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu entitas tersendiri yang terpisah merupakan subyek hukum, sehingga keberadaan korporasi dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi melalui penerapan GCG.

Oleh karena itu perusahaan berkewajiban memperhatikan kepentingan pemegang saham dan stakeholder berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Namun upaya nyata dalam mewujudkannya memang tidaklah mudah. Seringkali dalam kegiatan usaha perusahaan hak-hak stakeholder tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga berdampak timbulnya perselisihan antara stakeholder dengan perusahaan. Perselisihan tersebut bisa dalam bentuk munculnya pelaporan pelanggaran dari pihak stakeholder. Dan apabila pelaporan pelanggaran oleh stakeholder tidak segera diselesaikan dengan baik, tentulah sangat berpotensi merugikan kedua belah pihak baik stakeholder maupun perusahaan sendiri. Tidak tersedianya mekanisme standar dalam penanganan pelaporan pelanggaran oleh stakeholder dapat menciptakan perselisihan atau sengketa antara stakeholder dengan perusahaan cenderung berlarut-larut. Munculnya keluhan-keluhan yang tersebar kepada publik melalui berbagai media dapat berakibat pada persoalan reputasi dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat pada Perusahaan.


Dalam usaha penerapan good corporate governance, termasuk di dalamnya pemberantasan korupsi, suap, dan praktik kecurangan lainnya, telah dilakukan banyak penelitian oleh berbagai institusi, seperti Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) dan Global Economic Crime Survey (GECS) yang menyimpulkan bahwa salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah dan memerangi praktik yang bertentangan dengan good corporate governance adalah melalui mekanisme pelaporan pelanggaran (whistleblowing system). Hasil survey yang dilakukan oleh Institute of Business Ethics (2007) menyimpulkan bahwa satu di antara empat karyawan mengetahui kejadian pelanggaran, tetapi lebih dari separuh (52%) dari yang mengetahui terjadinya pelanggaran tersebut tetap diam dan tidak berbuat sesuatu. Keengganan untuk melaporkan pelanggaran yang diketahui dapat diatasi melalui penerapan Whistleblowing System yang efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat partisipasi karyawan dalam melaporkan pelanggaran.  Efektivitasnya terlihat dari jumlah kecurangan yang berhasil dideteksi dan juga waktu penindakannya yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan cara lainnya. Selain itu, pimpinan organisasi memiliki kesempatan untuk mengatasi permasalahan secara internal dulu, sebelum permasalahan tersebut merebak ke ruang publik yang dapat mempengaruhi reputasi organisasi. (sumber KNKG - WBS)

Penyelesaian Pelaporan Pelanggaran oleh stakeholder adalah merupakan salah satu bentuk peningkatan perlindungan stakeholder dalam rangka menjamin hak-haknya dalam berhubungan dengan Perusahaan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk mengatur penyelesaian Pelaporan Pelanggaran bagi stakeholder dalam suatu sistem Pelaporan Pelanggaran yang baik dan efektif. Pelaporan yang diperoleh dari mekanisme Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) ini perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut, termasuk juga pengenaan hukuman yang tepat agar dapat memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran dan juga bagi mereka yang berniat melakukan hal tersebut.

Penyelenggaraan whistleblowing system yang efektif perlu digalakkan di setiap organisasi, baik di sektor swasta maupun sektor publik. Whistleblowing System adalah bagian dari sistem pengendalian internal dalam mencegah praktik penyimpangan dan kecurangan serta memperkuat penerapan praktik good governance

Sistem Pelaporan Pelanggaran yang baik harus memberikan fasilitas dan perlindungan (whistleblower protection) kepada si pelapor seperti dalam bentuk perlindungan kerahasiaan identitas pelapor. Selain itu diberikan  perlindungan atas tindakan balasan dari terlapor atau organisasi. Perlindungan dari tekanan, dari penundaan kenaikan pangkat, pemecatan, gugatan hukum, harta benda, hingga tindakan fisik. Perlindungan ini tidak hanya untuk pelapor tetapi juga dapat diperluas hingga ke anggota keluarga pelapor.

Dengan adanya Sistem Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing), diharapkan dapat  menjamin terselenggaranya mekanisme penyelesaian pelaporan pelanggaran oleh stakeholder secara efektif, menghindari publikasi negatif terhadap perusahaan, mendukung asas fairness (kesetaraan) dalam hubungan antara perusahaan sebagai pelaku usaha dengan stakeholders sebagai mitra perusahaan, serta menjadi salah satu upaya untuk mengungkap berbagai permasalahan yang ada dalam organisasi, seperti fraud, diskriminasi, pelecehan, atau penyimpangan lainnya yang tidak sesuai dengan standar etika yang berlaku di perusahaan.

Keberhasilan implementasi sistem pelaporan pelanggaran sangat tergantung pada kejelasan komitmen Direksi dan Dewan Komisaris dalam mendukung pelaksanaan sistem pelaporan pelanggaran. Selain itu juga komitmen dari karyawan dan seluruh stakeholders dalam  berpartisipasi aktif melaporkan bila menemukan adanya pelanggaran. Untuk itu ketersediaan pedoman pelaporan pelanggaran perlu di internalisasi dan disosialisasikan secara baik dan tepat sasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar